Jiwaku mengajariku dan mendidikku untuk menyentuh apa saja yang tidak menjelma. Jiwaku membukakan mataku bahwa apa saja yang kita sentuh adalah bagian nafsu kita. Namun saat ini jari-jariku telah menyentuh kabut, menembus apa yang nampak di alam dan bercampur dengan apa yang tidak nampak.
Jiwaku mengajariku, dan sapanya, “janganlah terlalu gembira jika dipuji dan jangan bersedih jika disalahkan. Sebelum jiwaku memberi nasehat, aku meragukan harga pekerjaanku. Kini aku menyadari, bahwa pohon-pohon menguncup di musim semi, berbuah di musim panas tanpa berharap untuk dipuji. Daunnya rontok di musim gugur dan tubuhnya telanjang di musim dingin tanpa merasa takut disalahkan.
Jiwaku berbicara padaku, “jangan mengukur waktu dengan mengatakan ‘yang ada hanyalah kemarin dan hari esok’ ”. Dan sebelum jiwaku berkata padaku, aku membayangkan waktu yang lalu seperti epos yang tidak pernah berulang, sedangkan masa depan adalah epos yang tidak dapat digapai. Sekarang aku menyadari bahwa saat sekarang mengandung semua waktu dan didalamnya semua harapan dpat disandarkan, dengan cara bekerja keras guna mewujudkannya.
Jiwaku mengajari dan mendesakku agar tidak membatasi ruang dengan mengatakan, “di sini, di sana, dan di seberang sana”. Sebelum jiwaku mengajariku, aku merasa bahwa dimana saja aku berjalan selalu jauh dari tempat lain. Detik ini aku menyadari bahwa dimana aku berada, aku mempunyai seluruh ruang, dan jarak yang aku tempuh adalah seluruh panjang dunia.
Tiada jarak dan waktu yang menjadi penghalang bagi apa yang menjadi harapanku. Apapun yang diinginkan oleh jiwa akan digapai oleh ruh.
1 komentar:
dian,
tulisan sangat bagus,
mungkin alangkah bagusnya mungkin bisa disertakan Sang nama penulisnya
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik-baik, dengan nama yang diberikan oleh orang tua Anda..
Terima kasih ^_^